Tubuhnya tergugu mengeras bak kayu. Tak mati karena tak
mengeluarkan busuk selayaknya mayat. Juga tak hidup karena segala
telah tercerabut paksa dari laci memorinya. Untunglah tangan keriput
wanita renta berambut sekelabu mendung itu tak bosan menyuapinya,
agar perut tetap mengolah makanan yang menggerakkan segenap organ
dalam tubuhnya untuk terus bekerja tak boleh ikut mengeras, serupa
tangan dan kaki yang memang telah dipensiunkan terlalu dini dalam
umurnya yang masih sangat muda. Ia pernah begitu mempesona dengan
kilau perak di kedua bola matanya yang jarang terpejam. Tapi itu
dulu, mata perak itu kini berubah seputih pualam. Putih, kaku dan
dingin. Tubuh kekarnya dulu
sangat serasi di atas kuda satria yang menebarkan gagah dan
beraninya. Sekarang semua setuju ia hanya
sekerat daging yang untungnya tak mengundang lalat mendekat, karena
tangan keriput itu juga rajin menyeka tubuhnya dengan air bersih dan
membolak-balik posisi tidurnya agar tak memberi kesempatan borok
berkubang di punggung kakunya.
Namanya Harrath, dulu ia adalah segumpal kapas yang
terlepas dari pelepahnya. Begitu ringan dan bebas, Ia bahkan tak bisa
mengendalikan tubuhnya yang kerap terbang ke mana angin membawanya.
Dan angin terlalu sering mengkhianatinya. Suatu senja angin
membawanya menjejak kebun si tua Hermeth tanpa ada keperluan. Seorang
gadis bergaun putih dengan renda yang menjuntai di kaki sedang duduk
di sebuah bangku. Gadis itu kaget dengan hadirnya namun hanya
sebentar sampai ia terpaut pada binar perak kedua mata Harrath yang
juga kagum menatap sang gadis.
“Mata perak yang begitu indah” desis si gadis yang
tak rela berpaling dari tatapnya. Harrath tersenyum mendengar pujian
itu. Senyum yang memancing dan magis. Mengajak si Gadis mendekatkan
wajahnya pada Harrath. Jemari lentik gadis itu akan menyentuh kulit
wajah Harrath ketika Harrath berbalik dan mengayun kakinya menjauh.
Gadis itu
mengikuti langkah ringan kaki Harrath. Harrath terus berjalan dan si
gadis terus mengikutinya meski semak menghalangi langkah dan merobek
bagian bawah gaun indahnya. Harrath mempercepat langkahnya semakin cepat
dan lalu berlari menciptakan jarak dengan si gadis. Gadis berusaha
mengejar mengacuhkan keanehan yang terjadi. Hingga Harrath semakin
menjauh dan tak lagi tertangkap matanya. Gadis melihat sekitarnya yang
kini begitu berbeda. Bukanlah
perkebunan tempat tadi ia berada. Sekelilingnya kini berwarna perak
serupa mata si lelaki. Gadis berteriak ketakutan namun tak ada yang
mendengar. Ia terperangkap!
Harrath sendiri telah kembali di perkebunan dan si tua
Hermeth melihatnya yang tersengal-sengal.
“Kau seperti baru berlari, darimana kau? Apa ada yang
mengejarmu?” Harrath menggeleng lalu mengambil nafas dalam mencoba
menenangkan dirinya.
“Anda punya bibit arbei, nenek memintaku untuk
membelinya darimu” ujarnya kemudian.
Si tua Hermeth lalu mengambilkannya bibit itu. Ketika
Harrath keluar dari pagar yang dijalari rumpun mawar ia mendengar si
tua Hermeth memanggil-manggil sebuah nama.
“Hanan! dimana kau?” Hanan tentu nama gadis yang tadi
ia temui, tapi Harrath lalu tak perduli lagi. Meski tetangganya itu
lalu gaduh mencari ke seluruh sudut desa.
“Kau melihatnya bukan? Katakan dimana ia?” Si Tua
Hermeth tak tahu harus mencari kemana lagi ketika fikiran warasnya
mulai mencurigai Harrath. Namun pemuda itu menggeleng simpati.
Menampilkan wajah yang mengasihani seolah berkata betapa cepat pikun mendatangi
lelaki itu.
“Kau muncul sore itu, ketika ia di kebun!” ia
semakin gusar dan tampak emosi.
“Siapa Hanan pak tua? aku tak pernah melihat seorang
gadispun di rumahmu. Kau hanya mengingau” komentarnya. Orang-orang
desa bergumam membenarkan. Selama ini si tua Hermeth hanya tinggal
seorang diri di rumahnya yang terletak di tengah-tengah kebunnya yang
luas.
“Dia cucuku. Hanan hilang!” ceracaunya resah.
Orang-orangpun menggeleng prihatin namun berseloroh
menggunjing di belakang si tua Hermeth.
“Darimana ia punya cucu perempuan bukankah anakpun ia
tak punya?” sebuah suara bertanya.“Ia pernah menikah tapi hanya beberapa bulan istrinya pergi meninggalkannya. Kufikir tak ada yang mau berlama-lama mendengar beragam keluhnya” suara yang lain lebih keras sampai juga di telinga Hermeth. Menusuk hatinya. Ia tahu ia tidak bermimpi ketika Hanan datang dan mengatakan bahwa ia adalah cucu perempuannya dari anaknya yang dulu dibawa kabur oleh sang istri setelah segala pertengkaran mereka tak menemui titik temu. Hermeth terlalu cemburu pada istrinya yang memang berparas jelita. Kecemburuan yang membuatnya ringan tangan dan ringan lidah dan wanita itupun memilih lari dengan membawa anaknya serta, anak yang lalu memberinya seorang cucu. Hanan.
Dan suara sumbang orang-orang desa mendadak lenyap
ketika berselang hari beberapa orang tua lain latah meriuh mencari
anak gadis mereka yang tiba-tiba hilang. Siera gadis bermata biru
yang gemar bersenandung, Rier gadis pemetik kecapi, Lein yang senang
bersiul menirukan suara kicau burung peliharaannya juga gadis-gadis
seusia mereka lainnya. Mengapa para gadis menghilang.
Orang-orang desa menjadi geger. Mencari-cari dalam celah
desa bahkan hingga ke kota. Mungkin anak-anak gadis itu tak tahu
jalan pulang. Namun tak ada hasil. Hingga hari berganti minggu dan minggu berganti bulan. Mereka lenyap!
Hanya wanita tua itu yang menatapnya menghakimi seolah
mampu membaca segala gerak dan fikirnya bagai melihat ikan-ikan yang
berenang dalam toples kaca bening. Sesekali wanita itu berujar.
“Kau harus membebaskan iblis di otakmu Har” Tapi
Harrath hanya diam seolah tak mengerti lalu menjauhi wanita tua itu.
Dan memang ia tak sepenuhnya mengerti.
“Dimana para gadis?” kejar wanita tua yang tak lain adalah nenek yang selama ini tinggal bersamanya.
Harrath bimbang tak mengerti. Kemana mereka? Ia tak
tahu. Meski dalam sekeping memorinya ia mengakui melihat para gadis
itu. Awalnya ia menyangka mereka hanya ia lihat dalam mimpi. Namun
mereka hilang? Kejaran pertanyaan wanita tua membuatnya gundah juga.
Adakah sesuatu yang tak ia sadari?
Dalam kebimbangannya ia berdiri di depan sebuah cermin
yang menampilkan seluruh tubuhnya juga mata perak itu. Ketika berdiri
itulah ia tahu beberapa kali jiwanya hilang ada sesuatu yang
mengambil alih tubuhnya. Seperti kilatan cahaya berubah warna sekejap
seperti setiap slide yang lalu bertubi menghajar memorinya. Ia
terengah dalam kebimbangan menerjemahkan kilatan episode itu. Sampai
melihat tubuh dalam cerminnya meretak terpecah dalam
kepingan-kepingan kecil. Pada setiap keping terlihat wajahnya yang
aneh. Semua wajah itu adalah wajahnya namun tampak berbeda-beda,
dengan berbagai ekspresi.
“Aku siapa?” tanyanya pada cermin resah.
“Yang mana wajahku?” tak ada jawaban.
Ia berteriak gaduh memukul cermin yang lalu pecah
menghamburkan ke wajah dan tubuhnya. Darah dari tangannya mengalir
mengamisi pembauannya. Tapi wajah-wajah itu tak juga menghilang terus
mengikuti arah fikirnya. Berjejalan di otaknya ingin menguasai fikir
dan jasadnya.
Ia menajamkan telinganya beragam suara berdengung. Itu
suara para gadis. Apakah mereka berada dekat dengannya? Ia mencari ke
segala arah namun suara-suara itu dengan frekuensi yang tetap ketika
ia diam, berjalan atau berlari. Tak ada suara yang mendekat atau
menjauh. Suara-suara itu terjebak pada suatu tempat yang tak
terjangkau.
“Kau harus mencari mereka Harrath”
“Kemana?”
“Mereka dekat denganmu, tidakkah kau sadar? Kau harus
melawan iblis yang mencuri fikir dan ragamu”
Dan mata perak itu kembali berbinar menyebarkan silau yang menggulungkan wanita tua lapis demi lapis hingga menenggelamkan wanita tua dalam sebuah ruang putih kelabu.
Dan mata perak itu kembali berbinar menyebarkan silau yang menggulungkan wanita tua lapis demi lapis hingga menenggelamkan wanita tua dalam sebuah ruang putih kelabu.
Untuk pertama kali Harrath menyadari yang terjadi lebih
jelas. Wanita tua itu lenyap seperti gadis-gadis lainnya. Lenyap
secara tiba-tiba. Hanya ia yang bisa mengembalikan mereka.
Ia lalu mengambil tombak lalu menancapkan pada bola
matanya kanan lalu kiri. Darah muncrat beserta perih tak terkira
namun lalu ia merasakan sosok-sosok yang keluar dari kedua bola
matanya. Wanita tua dan para gadis!
Dan tak ada lagi mata perak indah itu berubah menjadi putih,pucat dan
dingin. Tubuhnyapun melemah tak bergerak hanya nafas yang teratur
menunjukkan ia masih hidup.
1 komentar:
Hiks... kasihan Harrath, harus kehilangan matanya :(
Bagaimana pendapat Anda...